Persamuhan Nasional. Doc:Pribadi |
Novel masih bentuk draft
menjadi pilihan saya saat pikiran lelah mengerjakan puluhan lembar skripsi.
Tahu kan bagaimana rumitnya menyelesaikan diagram, belum lagi merata kiri kanan
tiap halaman yang kadang harus bergeser tiap kali ada revisi. Saya berkutat
juga dengan flow chart dari sistem
informasi software yang tersusun.
Otak terbagi-bagi apalagi tertidur di depan computer sudah menjadi kebiasaan.
Kopi segelas besar tak berhasil.
Di tengah panasnya arus lalu
lintas tugas yang berputar di pipa otak, saya perlu melepaskan ketegangan. Saya
menulis draft novel, iya karya fiksi. Iya dengan tema kriminal. Kalau dipikir agak aneh ya,
pikiran sudah lelah dengan hitungan dan abjad-abjad, eh kok nulis cerita
kriminal. Bukannya pergi ke mall untuk belanja atau ke pantai. Hehe ya
begitulah.
Skripsi vs Draft Novel
Penulis.. Doc:Pribadi |
Alhasil skripsi beres tepat
waktu, begitu juga dengan draft novel. Iya sih dengan drama revisi dengan tinta
biru di beberapa halaman sebelumnya. Ga papa, yang penting mendapat restu dosen
pembimbing. Tapi kisah mereka berdua berbeda ternyata setelah selesai
dituliskan utuh. Draft novel saya
ditolak satu penerbit, tapi syukurlah skripsi disetujui tiga penguji. Leganya poll!
Setelah ditolak satu
penerbit, apakah saya menyerah? Tidak, namun sekelumit dari salah satu bab di
draft novel tersebut saya sederhanakan
menjadi satu cerpen. Iya dengan dua tokoh utama yang sama namun tentu
disederhanakan namun dimampatkan. Rumit? Iya tapi lebih rumit skripsi bagi
saya. Oya saya kuliah di kampus dengan salah satu jurusannya mengutak-atik
bahasa pemograman agar bisa jadi software.
Saya mengerjakan sistem pemograman agar bisa menyelesaikan masalah dengan Artificial Intelligence(AL) sederhana.
Fiksi vs Non-fiksi
Cover cerpen Nyonya Rumah Abu. Doc: Koran |
Jika cerpen hasil pembedahan
dari draft novel pertama sudah termuat di salah satu koran nasional (silahkan browsing dengan kata kunci ‘Nyonya Rumah
Abu ) maka skripsi saya sudah tersimpan manis di perpustakaan kampus. Saya
kemudian melanjutkan melanjutkan hidup sembari tetap menulis. Dengan berbagai
pengalaman dari batu loncatan pekerjaan satu ke pekerjaan lain yang saling
berbeda. Dan ahkirnya berlabuh dengan memilih profesi sebagai blogger.
Dari dunia fiksi kemudian
mencicipi dunia non-fiksi dengan menulis artikel serta liputan di sebuah platform
dunia maya, sedikit banyak mengubah cara menulis saya. Jika tulisan non-fiksi
saya yang pertama berwujud skripsi yang
struktur, kosa kata, dan cara penyampaian sudah ada standart atau
acuannya. Beda dengan penulisan artikel maupun liputan yang dituntut lebih
menarik tanpa meninggalkan isi berita yang ingin disampaikan.
Saat penulisan cerita fiksi
tentu saja tetap berbasis data, bukan sekedar bermain dengan kata-kata. Seperti
saat saya memulai draft novel, terlebih dahulu harus menjelajah semua berita di
koran melalui dunia maya mengenai peristiwa tragedi Semanggi, mendatangi
krematorium serta melihat banyak video tentang peristiwa 98.
Terlebih saat saya harus
menulis liputan, review restoran
maupun hadir di prescon. Terlihatnya sih santai dengan ngobrol sana-sini tapi
pikiran harus menyiapkan data-data selengkap mungkin dengan tegat waktu. Berbeda
dengan menulis fiksi, saya bisa lebih santai(kalau pas awal-awal sih, karena
menulis fiksi juga ada tegat waktu dari editor maupun diri sendiri)
Menulis dan Berbagi dalam Komunitas
Dengan sekjen MPR. Doc:Panitia |
Sudah rahasia umum jika
manusia akan berhimpun dengan sesamanya yang sedikit banyak memproduksi
frekuensi yang sama. Kalaupun berbeda tentu ada beberapa alasannya misalnya
ingin berada di frekuensi tertentu atau memang keadaan yang memaksa. Jika anda
ingin menjadi pengusaha, maka akan lebih baik juga andil dalam komunitas
serupa.Demikian juga dengan penulis, cepat atau lambat tentu mencari komunitas
atau support system agar lebih bisa
berkembang. Pelatihan-pelatihan yang membuat kualitas tulisan lebih baik juga sering diadakan.
Demikian saya setelah berkelana(
haha bahasa dunia persilatan) menemukan beberapa komunitas yang membuat dunia
menulis saya lebih luas baik jalinan pertemanan, pemikiran maupun sumber
penghasilan. Asyiknya semua komunitas memberikan pengalaman yang berharga baik
melalui kegiatan sosial, even, kelas belajar, maupun prescon dengan brand.
Artikel Kisah Nyata
Penyerahan donasi. Doc: YRWA |
Suatu saat saya mendapat
ajakan dari sebuah yayasan untuk ikut serta di acara penyerahan donasi untuk
saudara-saudara difabel. Yang ada saya terpaku saat dengan mata sendiri mendapati
salah satu penerima donor, ternyata menyandang penyakit yang complex. Tapi dia masih saja bisa
tersenyum menyambut kami. Saya menangis dalam hati.
Saya kemudian mengabadikan
momen tersebut dalam foto, video dan tulisan dengan permintaan ijin terlebih dahulu.
Begitulah, salah satu keuntungan dari terjun dalam dunia penulisan baik non-fiksi
maupun fiksi. Kita bisa berbaur dengan tokoh dengan berbagai latar belakang,
permasalahan maupun solusi yang kadang tak terpikirkan. Apalagi saat tulisan
kita ternyata bisa membuat orang lain tergugah untuk bermanfaat bagi sesama
penghuni bumi. Kita mengerjakan bagian yang bisa diselesaikan, selanjutnya
semesta akan mengerakan proses selanjutnya.
Ya begitulah sekelumit kisah
bagaimana, mengapa saya memilih menulis. Menulis bisa membuat jiwa saya lebih nyaman dengan memenuhi kebutuhan wanita yang bisa lebih dari 20.000 kata setiap hari yang harus diungkapkan. Sederhana yak karena masih banyak para
penulis senior yang lebih mendalam pengalamannya. Lain waktu saya akan berkisah
lebih banyak yak. Terima kasih sudah bertandang ke blog saya.
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Catatan Pringadi bekerja sama dengan Tempo Institute".
wah keren ya, bisa nulis fiksi, daya ngayalnya mesti tinggi dan kreativitas bikin alur ceritanya mantap nih pasti.
BalasHapushehe ini tetep belajar mba.Semangat
HapusKeren banget, jadi nambah pengetahuan aku. Mksih ya Kak
BalasHapusThank kak..semangat
HapusMasyaAllah keren kak.. biasanya orang suka nulis fiksi ya fiksi aja.. suka nulis non-fiksi ya nulisnya non-fiksi.. tapi kakak suka nulis apa aja.. padahal kuliahnya udah rumit tapi masih bisa relaks ketika nulis..
BalasHapushehe biar relax kak.Semangat
HapusSaya awalnya penulis fiksi Mbak Vika, tapi karena sibuk skripsi sampai disertasi sekarang saya lebih suka nulis non fiksi. Apapun itu, yant penting tetap nulis
BalasHapusayoo mas dicoba lagi nulis fiksi
HapusWah keren banget mbak, jago dua-duanya baik nulis fiksi dan juga non fiksi. Kalau saya agak kesulitan jika harus menulis fiksi. Terlebih lagi kalau buat novel. Buat cerpen saja yang hanya 4 lembar lama mikirnya hehe...
BalasHapusAyoo mbak, coba lagi. Pasti lebih mantap
Hapusinspiratif banget kak! jujur aja aku tuh tertarik buat bikin tulisan non fiksi, tapi kok masih mentok udah nulis beberapa kalimat gitu, gatau lagi mau gimana hehe
BalasHapusHehe sama kok mba, aq sering mentok.
HapusBuat saya, menulis adalah memberi ruang pada diri sendiri untuk mengeluarkan ide, pikiran dan isi hati
BalasHapusSeneng pastinya kalau tulisan sederhana yang kita buat dibaca dan bisa bermanfaat untuk sesama
Lanjut terus nulisnya kakak
Keren bisa nulis fiksi dan non fiksi
Kalau aku masih nyerah nulis fiksi euy
Yess, yang penting isi pikiran bisa diutarakan. Semangatt terus
HapusWah, melakukan dobel pikir seperti itu apa nggak rumit ya. Bagian otak untuk fiksi dan nonfiksi kan beda... hehe...salut deh mbak
BalasHapushehe biar seimbang mas. Thank u mas
HapusMakin kesini makin sukaa dengan tulisan dan nulis nonfiksi. Keren deh mbaa bisa melakukan dua duanya.
BalasHapusGa kebayang rumitnya skripsi dengan tema berat Artificial Intelligence, Kak, meskipun aplikasinya sederhana. Udah gitu multitalenta bisa nulis fiksi dan nonfiksi. Memang benar sih keduanya punya karakter yang unik, jadi hebat kalau bisa menulis kedua jenis. Semoga makin semangat dan buku-bukunya diterbitkan secara luas, Kak.
BalasHapusSemoga selalu konsisten, kak. Jangan kayak saya hikss udah jarang baca-baca yang mengasah literasi karena sok sibuk, jadinya udah males nulis yang berat-berat.
BalasHapusMenulis bagi saya merupakan aktualisasi diri. Tapi ternyata untuk menulis butuh bahan bakar yang penting yaitu membaca. Membaca ternyata butuh konsistensi
BalasHapusWehhh, bisa gitu nulis skripsi sambil nyambi nulis fiksi. Saya mah pas lagi skripsi malah banyakan jalan-jalan ke hutan dan pantai kalau suntuk. Hahaha.
BalasHapusSaya suka menulis tapi kalau untuk fiksi mungkin masih berat kali ya. Mungkin juga karena terbiasa menulis sebagai seorang jurnalis jadi terbiasa dengan non fiksi.
pernah menulis beberapa tulisan fiksi singkat, namun lenyap ketika laptop konslet. Sejak saat itu belum mulai lagi menulis fiksi. Mungkin harus mulai perlahan2 lagi kali ya biar terbiasa...
Such an inspiration! Luar biasa mbak, kalau saya satunya ngerjain fiksi dan satunya lagi nonfiksi, yang nonfiksi bakal kalah :)
BalasHapusduh kerennya,, aku dah nyoba nulis fiksi tapi nggak nemu titik layak bacanya mbak,,, kayak nggak bisa kembangin imajinasi gitu
BalasHapusSaya setuju sekali dengan kutipan di kalimat terakhir..bahwa menulis bisa membuat jiwa kita lebih nyaman..secara wanita butuh sarana untuk menyalurkan jatah 20.000 kata dalam sehari hehe. Salut dengan kak Vika yang rajin menulis di tengah mengerjakan tugas dan skripsi. Sukses selalu ��
BalasHapusMantap kk vik bisa nulisa seimbang keduanya 😍😍 berarti otak kanan-kiri on terus ya hehe
BalasHapusSama kak, saya awalnya juga nulis fiksi berupa cerpen, cermin, puisi, prosa. Namun, akhir-akhir ini lebih intent non fiksi. Sedang buat juga buku solo, doakan cepat kelar ya kak. Terimakasih sudah menginspirasi.
BalasHapusSalut mbak.bisa menyelaraskan kegiatan antara fiksi dan non fiksi. pertahankan itu. gak mudah soalnya
BalasHapusKeren banget sih Kak bisa menulis fiksi dan nonfiksi itu. Ditambah lagi kesibukan lainnya yang pasti menguras konsentrasi. Kalau saya pasti nyerah deh
BalasHapusmenuangkan isi otak dan jiwa ke dalam satu tulisan emang bikin kepuasan tersendiri ya?
BalasHapusKeren banget kak. Otak kanan dan kirinya seimbang wkwk. Aku udah lama vak nulis fiksi malah tumpul ini. Keren banget kak Vika mah. 🥰
BalasHapusJadi sudah sampai mana kak calon novelnya? Sudah siap lahiran kah? Selalu deg degan pas masa itu
BalasHapusWah keren bisa nulis fiksi dan non fiksi..
BalasHapusAku nggak bisa nulis fiksi euy
Salut banget blogger yang jago nulis fiksi. Saya pernah nyoba nulis fiksi, tapi malah jadi gak jelas. Mungkin belum bakat saya untuk nulis fiksi, hehehe
BalasHapusKeren banget sih mbak. aku selalu kagum sama penulis yang bisa bikin tulisan fiksi dan non fiksi. perlu imajinasi seluas samudra kayaknya buat bikin satu tulisan fiksi yang bagus.
BalasHapusSalut untuk kemampuannya yang bisa dual kayak gitu mbak.
BalasHapusSukses selalu.
Ini dia keahlian saya yang perlu diasah terus menerus hingga mendapatkan jalannya sendiri. Menulis itu mengasyikan bagi yang memiliki talenta di menulis.
BalasHapusInspiratif banget kak, duh saya jadi pengin juga bisa nulis fiksi dan nonfiksi kayak kakak
BalasHapussy suka nilis yg apa adanya mau ke fiksi blm bs berimajinasi dan takut jayus deh
BalasHapus