Apa
yang Anda pikirkan saat mendengar kata: Oshin? Bagi generasi 80-an tentu
langsung tergambar dalam pikiran tentang semangat kerja keras yang berbuah
kesuksesan. Oshin sendiri adalah tayangan drama Jepang yang disiarkan ulang
oleh TVRI. Sangat booming pada masanya hingga pemeran utamanya diundang ke
Indonesia. Saya pribadi dan pastinya sebagian besar penonton sangat
terinspirasi dengan tontonan kami tersebut saat kecil. Dan memang saya dan
teman-teman sebaya terpacu untuk selalu kerja keras, tabah dan tanpa melupakan
kewajiban terhadap keluarga.
Miris
saat saya melihat seorang pengamen perempuan yang masih ingusan di sudut Kota
Tua Jakarta, dia menirukan goyangan seorang penyanyi dangdut yang seronok. Dan
parahnya dia tak sendiri, beruntun pengamen cilik lainnya melakukan hal serupa
dihadapan pengunjung lain. Memang kita menjadi lebih paham bagaimana lingkungan
sangat mempengaruhi dan memaksa kita melakukannya di kehidupan sehari-hari.
Anda
lihat? Kita memang adalah apa yang kita tonton, dan tanpa sadar asupan tersebut
mempengaruhi pola pikir serta tindakan setiap hari. Ingatan bawah sadar
tersebut tidak hanya berlangsung singkat namun terus melekat selama kita hidup.
Dan Saya pribadi bersyukur karena saat kecil memperoleh tontonan yang mendidik
dan tersensor. Entah apa jadinya kalau Saya terkontaminasi tontonan yang tak
mendidik.
Tentu
pihak-pihak yang berwenang menyensor tayangan sinetron maupun film sudah
melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti yang diketahui bahwa Lembaga Sensor
Film (LSF) sudah melakukan langkah preventif demi layaknya penanyangan sebuah
produk sinema baik film maupun iklannya. Sampai-sampai Lembaga Sensor Film
(LSF) mendapat sebutan sebagai "polisi moral.” Sebenarnya Lembaga Sensor
Film (LSF) tidak melakukan hal yang salah karena memang bagian dari tugas LSF yang menjalankan amanat Undang-undang RI No 33
Tahun 2009 tentang Perfilman yang menjadi payung hukum LSF.
Hal
tersebut diungkapkan saat Saya mengikuti Roadblog Blogger Jogja yang didukung
oleh LSF sebagai salah satu pihak yang memberikan materi sekaligus sosialisasi
tentang kinerja Lembaga Sensor Film (LSF). Memang masyarakat awam lebih banyak
belum mengetahui bagaimana cara dan tahap yang dilakukan Lembaga Sensor Film
(LSF) dalam memberikan rasa keamanan pada tiap output kinerjanya. Diharapkan
dengan acara Roadblog yang dilaksanakan di 10 kota tersebut maka masyarakat bisa
lebih berkerjasama dengan pihak terkait untuk melaksanakan dan mengembangkan
Budaya sensor mandiri.
Budaya
sensor mandiri bisa dilakukan secara terus menerus dalam keluarga maupun saat
kita berada di luar ruangan. Tentu Lembaga Sensor Film (LSF)sudah menyediakan
piranti yang membantu tiap orang tua agar bisa memilah dan mendidik
putra-putrinya dalam melakukan budaya sensor mandiri.
Berikut
contoh pelaksanaan budaya sensor mandiri:
1.Dampingi
putra-putri Anda saat akan melihat tayangan televisi, film dan internet.
2.Perhatikan
klasifikasi tayangan yang akan ditonton. GA( Untuk segala umur) akan lebih baik
dipilih sebagai tontonan.
3.
Berikan pengetahuan dan konsep yang benar bila ada tayangan yang ditanyakan
oleh puta-putri Anda.
4.
Jangan sibuk dengan gadget Anda selama tayangan berlangsung.
5.
Ajaklah putera-putri Anda berpendapat tentang tayangan yang sudah selesai
ditonton.
6.
Jaga ucapan dan perilaku Anda agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
sudah Anda diskusikan.
7.
Disiplinlah.
Mudah
bukan melakukan budaya sensor mandiri. Mari bantu pemerintah dan diri kita
sendiri dengan mengembangkan budaya sensor mandiri.
Image: LSF, Vika Kurniawati
#AYOSENSORMANDIRI
Image: LSF, Vika Kurniawati
#AYOSENSORMANDIRI
Posting Komentar
Posting Komentar